27 Nov 2010

TAFSIR AYAT KURSI

Oleh: Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah  

    Ini adalah Ayat Kursi. Dia memiliki keagungan tersendiri; hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits shahih dari Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa ayat tersebut merupakan ayat paling afdhal yang berada di dalam Kitabullah.
    Imam Ahmad berkata: Abdurrazzaq telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Sufyan telah meriwayatkan kepada kami, dari Sa‘id Al-Jariri, dari Abu Sulail, dari Abdullah bin Rabbah, dari Ubay bin Ka‘b bahwa Nabi saw. pernah bertanya kepadanya: “Mana ayat di dalam Kitabullah yang nilainya paling agung?” Dia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Ketika Nabi saw. mengulang-ulang pertanyaan itu, Ubay lalu menjawab: “Ayat Kursi.” Mendengar jawaban Ubay (alias Abul Mundzir –edt.) ini, Nabi saw. lalu bersabda:
“Semoga ilmu yang kau miliki membuatmu senang, wahai Abul Mundzir. Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya Ayat Kursi itu memiliki lisan dan 2 bibir yang selalu mensucikan Al-Malik (Rabb Yang Maha Merajai) di tonggak ‘Arsy.”
Muslim juga meriwayatkan Hadits ini dari Abu Bakr bin Abi Syaibah dari Abdul A‘la bin Abdil A‘la dari Al-Jariri, hanya saja tidak ada tambahan lafazh “wal ladzii nafsii biyadihii.... (dan seterusnya).”
    Hadits lain yang juga diriwayatkan dari Ubay tentang fadhilah Ayat Kursi, Al-Hafizh Abu Ya‘la berkata: Ahmad bin Ibrahim telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Maisarah telah meriwayatkan kepada kami, dari Al-Auza‘i dari Yahya bin Abi Kutsair, dari Ubaidah bin Abi Lubabah, dari Abdullah bin Ubay bin Ka‘b bahwa ayahnya telah mengkhabarkan kepadanya:
    Bahwa dia (Ubay bin Ka‘b) suatu ketika memiliki kurma yang disimpan di tempat pengeringannya. Abdullah bin Ubay berkata: Ketika ayahku mengamati kurma tersebut, ternyata kurma itu mengalami pengurangan dari kondisi semula. Dia pun lalu menjaganya di satu malam. Syahdan, ternyata di malam itu datanglah sesosok hewan yang menyerupai remaja yang sudah baligh.
    Ubay berkisah: “Ketika aku berucap salam kepadanya, ternyata dia menjawabnya. Aku lantas bertanya: ‘Siapa kamu? Kamu ini termasuk golongan jin atau manusia?’ Dia menjawab: ‘Golongan jin.’ Aku berkata: ‘Coba ulurkan tanganmu.’ Ketika dia menyodorkan tangannya dan kulihat, ternyata tangannya seperti tangan (kaki) anjing dan bulunya juga seperti bulu anjing. Aku lalu berkata: ‘Oh, beginikah rupa fisik jin itu?’ Dia berkata: ‘Sungguh kalangan bangsa jin tahu bahwa di antara mereka tidak ada jin yang rupa fisiknya lebih buruk dari aku.’ Aku bertanya: ‘Lantas apa yang mendorongmu berbuat begini?’ Ia menjawab: ‘Aku mendengar bahwa engkau adalah seorang yang suka bersedekah. Karenanya, aku ingin mendapat bagian dari bahan pangan yang engkau miliki.’” Ubay lalu bertanya kepadanya:
“Apa yang bisa menjadi sebab dilindunginya kami dari gangguan kalian (bangsa jin)?” Dia menjawab: “Ayat ini, Ayat Kursi.” Di pagi harinya Ubay menghadap Nabi saw.. Usai dia menceritakan hal tersebut kepada beliau, beliau saw. bersabda: “Si buruk rupa itu telah berkata benar.”
Hakim juga meriwayatkan Hadits ini dalam Al-Mustadrak dari Hadits Abu Dawud At-Thayalisi, dari Harb bin Syaddad, dari Yahya bin Abi Kutsair, dari Al-Khadhrami bin Lahiq, dari Muhammad bin Amr bin Ubay bin Ka‘b, dari kakeknya (Ubay bin Ka‘b). Hakim berkata: “Hadits ini shahihul isnad, hanya saja Bukhari-Muslim tidak mengeluarkannya.”
    Hadits lainnya adalah Hadits yang diriwayatkan dari Al-Asqa‘ Al-Bakri, yang mana Al-Hafizh Abul Qasim At-Thabrani berkata: Abu Yazid Al-Qarathisi telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ya‘qub bin Abi Abbad Al-Makki telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Muslim bin Khalid telah meriwayatkan kepada kami, dari Ibnu Juraij, (dia berkata:) Umar bin Atha’ telah mengkhabarkan kepadaku bahwa maula Ibnu Asqa’ –seorang yang dikenal jujur– telah mengkhabarkan kepadanya, dari Al-Asqa‘ Al-Bakri bahwa dia (maula Al-Asqa‘) telah mendengar Al-Asqa‘ berkata:
“Sesungguhnya Nabi saw. pernah mendatangi mereka (para shahabat) di Suffah orang-orang Muhajirin., lalu ada seseorang yang bertanya kepada beliau: ‘Manakah ayat di dalam Al-Qur’an yang nilainya paling agung?’ Nabi saw. menjawab: ‘Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa nauum....’ hingga akhir ayat.”
    Hadits lainnya adalah Hadits yang diriwayatkan dari Abu Ayyub (alias Khalid bin Zaid) Al-Anshari ra., yang mana Imam Ahmad berkata: Sufyan telah meriwayatkan kepada kami, dari Ibnu Abi Laila, dari saudaranya yakni Abdurrahman bin Abi Laila, dari Abu Ayyub bahwa dia (Abu Ayyub) memiliki sebuah rak (di luar rumah yang digunakan untuk menyimpan kurma). Satu ketika datanglah sesosok jin lalu mengambil (mencuri) sebagian dari kurma tersebut. Selanjutnya dia melaporkan kasus tersebut kepada Nabi saw..
    Nabi saw. berkata: “Jika engkau melihatnya datang kembali, katakanlah: ‘Bismillaah, (hai jin) sambutlah seruan Rasulullah saw..’” Ternyata benar, sosok jin tersebut lalu datang kembali, lalu Abu Ayyub mengucapkan kata-kata tersebut lantas berhasil menangkap jin itu. Namun sosok jin tersebut lalu berkata: “Saya tidak akan mengulangi lagi,” maka Abu Ayyub lantas melepaskannya. Ketika Abu Ayyub menghadap Nabi saw. yang kedua kalinya, Nabi bertanya: “Bagaimana dengan tawananmu?” Abu Ayyub menjawab: “Aku telah menangkapnya namun dia lalu berkata: ‘Aku tidak akan mengulangi perbuatanku’, lalu akupun melepaskannya.”
    Nabi saw. berkata: “Sungguh, dia bakal mengulangi lagi.” (Abu Ayyub berkata): “Aku lalu menangkapnya sampai 2 atau 3 kali, yang mana setiap kali tertangkap dia selalu berkata: ‘Aku tidak akan mengulangi lagi’. Ketika aku menghadap Nabi saw. yang ketiga kalinya, beliau lagi-lagi bertanya: ‘Bagaimana dengan tawananmu?’ Aku jawab: ‘Aku telah menangkapnya namun dia berkata: ‘Aku tidak akan mengulangi lagi.’’ Beliau berkata: ‘Sungguh dia bakal kembali lagi.’ Ketika aku menangkapnya yang terakhir kali, dia berkata:
‘Tolong lepaskan aku dan sebagai kompensasinya aku akan memberitahukan sesuatu kepadamu, yang jika engkau membacanya niscaya tidak akan ada sesuatu (gangguan setan) yang mendekatimu. Sesuatu itu adalah Ayat Kursi.’” Ketika Abu Ayyub menghadap Nabi saw. kembali dan menceritakan apa yang dikatakan sosok jin tersebut, beliau saw. bersabda: “Kali ini dia berkata benar, meski pada kebiasaannya suka berdusta.”
Imam Tirmidzi juga meriwayatkan Hadits ini dalam Fadha-ilul Qur’an dari Bandar, dari Abu Ahmad Az-Zubairi. Beliau menilai Hadits ini berpredikat hasan-gharib.
    Imam Bukhari meriwayatkan kisah ini dari Abu Hurairah yang mana beliau sebutkan dalam kitab Fadha-ilul Qur’an, kitab Wakalah, dan di bab Sifatu Iblis dari riwayat yang shahih. Salah satu riwayat Imam Bukhari menyebutkan bahwa Utsman bin Haitsam alias Abu Amr berkata: Auf meriwayatkan kepada kami dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah, dia berkata:
    “Rasulullah saw. pernah menugasiku untuk menjaga barang (bahan pangan) zakat di bulan Ramadhan. Di satu malam datanglah sosok seseorang hendak mencuri sebagian bahan pangan tersebut, namun aku lalu berhasil menangkapnya. Lantas kukatakan kepadanya: ‘Sungguh, aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah saw..’ Namun dia berkata: ‘Tolong lepaskan aku. Aku ini seorang yang sangat membutuhkan; sementara aku memiliki tanggungan keluarga; dan aku sedang kepepet.’ Aku (Abu Hurairah) pun lalu melepaskannya. Di pagi harinya Nabi saw. bertanya: ‘Wahai Abu Hurairah, bagaimana dengan tawananmu semalam?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, dia mengeluhkan kebutuhan yang sangat ditambah lagi memiliki tanggungan keluarga. Sebab itu, aku merasa kasihan lantas melepaskannya.’
    Nabi saw. berkata: ‘Ketahuilah, sungguh dia telah berkata dusta kepadamu dan dia bakal kembali lagi.’ Aku pun lalu tahu bahwa dia bakal kembali lagi lantaran mendengar sabda Rasulullah saw. tersebut. Aku pun lantas melakukan pengintaian dan ternyata sosok pencuri itu datang lagi untuk mencuri bahan makanan dan aku berhasil menangkapnya. Lantas kukatakan kepadanya: ‘Sungguh aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah saw..’ Namun dia berkata: ‘Tolong lepaskan aku. Aku ini seorang yang sangat membutuhkan dan aku memiliki tanggungan keluarga. Aku tidak akan mengulangi lagi.’ Aku pun lalu merasa kasihan lantas melepaskannya.
    Di pagi harinya Rasulullah saw. bertanya kepadaku: ‘Wahai Abu Hurairah, bagaimana dengan tawananmu semalam?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, dia mengeluhkan kebutuhan yang sangat ditambah lagi memiliki tanggungan keluarga. Sebab itu, aku merasa kasihan lantas melepaskannya.’ Nabi saw. berkata: ‘Ketahuilah, sungguh dia telah berkata dusta kepadamu dan dia bakal kembali lagi.’ Aku pun lantas melakukan pengintaian di malam ketiganya dan ternyata sosok pencuri itu datang lagi hendak mengambil bahan makanan, dan aku pun berhasil menangkapnya juga.
    Lantas kukatakan kepadanya: ‘Sungguh aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah saw.. Dan ini adalah yang ketiga kalinya. Semula engkau berjanji untuk tidak mengulangi tapi ternyata engkau mengulanginya.’ Namun dia berkata: ‘Tolong lepaskan aku dan sebagai kompensasinya, aku akan memberitahukan kepadamu beberapa kalimat yang dengannya Allah memberikan manfaat kepadamu.’ Aku lantas bertanya kepadanya: ‘Apa kalimat-kalimat itu?’ Dia menjawab: ‘Jika engkau hendak tidur, bacalah Ayat Kursi yakni Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum... hingga akhir ayat. Niscaya engkau senantiasa dijaga oleh Allah (selama tidurmu) dan setan takkan berani mendekatimu hingga pagi hari.’ Aku pun lantas melepaskannya.
    Di pagi harinya, Rasulullah saw. bertanya kepadaku: ‘Bagaimana dengan tawananmu tadi malam?’ Aku jawab: ‘Wahai Rasulullah, dia mengaku bisa mengajariku beberapa kalimat yang dengannya Allah akan memberikan manfaat kepadaku. Lantas kulepaskan dia.’ Beliau bertanya: ‘Apa itu?’ (Aku jawab:) Dia berkata kepadaku:
‘Jika engkau hendak tidur, bacalah Ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat, yakni Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum....’ Dia berkata lagi: ‘Niscaya engkau senantiasa dijaga oleh Allah (selama tidurmu) dan setan takkan berani mendekatimu hingga pagi hari.’ (Para shahabat Nabi saw. adalah sosok orang-orang yang haus kebaikan). Nabi saw. lalu bersabda berkenaan dengan ucapan sosok pencuri itu: ‘Ketahuilah, sosok pencuri itu kali ini telah berkata jujur kepadamu meski dia itu pada biasanya suka berdusta. Tahukah engkau siapa sosok yang engkau ajak bicara sejak 3 malam yang lalu itu, wahai Abu Hurairah?’ Aku berkata: ‘Tidak.’ Beliau bersabda: ‘Itu adalah setan.’” (Demikianlah Bukhari meriwayatkannya secara mu‘allaq)
    Hadits lainnya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam Kitabul Gharib yang mana dia berkata: Abu Mu‘awiyah telah meriwayatkan kepada kami, dari Abu ‘Ashim Al-Qafi, dari As-Sya‘bi, dari Abdullah bin Mas‘ud, dia berkata: “Suatu ketika seorang lelaki dari kalangan manusia keluar rumah lalu berjumpa dengan seorang lelaki dari kalangan jin. Jin tersebut lalu berkata kepadanya: ‘Maukah engkau beradu gulat denganku? Jika engkau mampu mengalahkan aku, aku akan memberitahukan kepadamu 1 ayat yang jika engkau baca ketika memasuki rumahmu, niscaya setan tak akan masuk ke rumahmu?’
    Benar, keduanya pun lalu beradu gulat, dan ternyata lelaki manusia itu berhasil mengalahkan lelaki jin tersebut. Lelaki manusia itu lalu berkata: ‘Sungguh aku melihatmu sebagai sosok yang kerempeng lagi mudah dikalahkan; kedua lenganmu seolah lengan anjing saja. Apakah memang begitu tangan kalian semua jin, atau hanyakah kamu seorang yang seperti itu di antara mereka?’ Dia berkata: ‘Tidak! Sungguh aku termasuk orang yang kuat di antara mereka. Coba, mari kita ulangi pertandingan kita ini.’ Keduanya pun lalu bergumul dalam adu gulat kembali dan syahdan, ternyata lelaki manusia tersebut berhasil meng-KO-nya. Jin tersebut lantas berkata:
‘Bacalah olehmu Ayat Kursi. Sebab tidaklah seseorang membacanya di saat memasuki rumahnya, melainkan setan akan ngacir keluar darinya dengan terbirit-birit sebagaimana keledai.’” Ketika ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Mas‘ud: “Apakah lelaki dari kalangan manusia itu maksudnya Umar?” Dia menjawab: “Nampaknya, lelaki itu tidak lain adalah Umar.”
    Hadits lainnya adalah Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang mana Hakim Abu Abdillah berkata dalam Al-Mustadraknya: Ali bin Hammad telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Bisyr bin Musa telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Al-Humaidi telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Sufyan telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Hakim bin Jubair Al-Asadi telah meriwayatkan kepadaku, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Surah Al-Baqarah itu di dalamnya terdapat ayat yang merupakan ayat Al-Qur’an paling mulia. Tidaklah ayat tersebut dibacakan di rumah yang di dalamnya ada setan, melainkan setan tersebut akan ngacir keluar darinya. Ayat tersebut adalah Ayat Kursi.”
    Hakim juga meriwayatkan Hadits ini dari jalur periwayatan lainnya, yakni dari Za’idah dari Hakim bin Jubair, lalu beliau berkata: “Hadits ini shahihul isnad, hanya saja Bukhari-Muslim tidak mengeluarkannya.”
    Imam Tirmidzi juga meriwayatkan Hadits ini dari jalur Za’idah dengan lafazh:
“Segala sesuatu itu memiliki puncak; dan puncak Al-Qur’an adalah surah Al-Baqarah. Di dalam surah Al-Baqarah ada 1 ayat yang merupakan ayat paling mulia di antara semua ayat Al-Qur’an lainnya; dialah Ayat Kursi.”
Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari riwayat Hakim bin Jubair, yang mana Syu‘bah memperbincangkan dia (Hakim bin Jubair) dan menilainya sebagai rawi yang berpredikat dha‘if.” Aku (Ibnu Katsir) katakan: “Demikian pula, dia (Hakim bin Jubair) dinilai dha‘if oleh Ahmad, Yahya bin Ma‘in, dan tidak hanya oleh 1 orang lainnya dari para imam. Sementara Ibnu Mahdi meninggalkannya; sedang As-Sa‘di menilainya berpredikat dusta.”
    Hadits lainnya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih yang mana dia berkata: Abdul Baqi bin Nafi‘ telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Isa bin Muhammad Al-Marwazi telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Umar bin Muhammad Al-Bukhari telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Isa bin Musa Ghanjar telah meriwayatkan kepada kami dari Abdullah bin Kaisan, (dia berkata:) Yahya telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Yahya bin Aqil telah meriwayatkan kepada kami, dari Yahya bin Ya‘mar, dari Ibnu Umar, dari Umar bin Khaththab, bahwasanya di satu hari dia (Umar) keluar menuju orang banyak yang mana mereka lalu pada terdiam demi melihat kedatangannya. Selanjutnya Umar berkata: “Siapakah di antara kalian yang bisa memberitahukan kepadaku tentang mana ayat paling agung yang ada dalam Al-Qur’an?” Ibnu Mas‘ud lalu berkata:
“Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Ayat paling agung yang ada di dalam Al-Qur’an adalah Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum (maksudnya: Ayat Kursi –edt.).’”
    Hadits lainnya adalah Hadits yang menjelaskan bahwa Ayat Kursi merupakan salah 1 ayat yang padanya terdapat Al-Ismul A‘zhom (nama Allah yang paling agung). Yakni Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mana beliau berkata: Muhammad bin Bukair telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Abdullah bin Abi Ziyad telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Syahr bin Hausyab telah meriwayatkan kepada kami, dari Asma’ binti Yazid bin Sakan, ia berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
‘Dalam 2 ayat ini yakni: Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum (Ayat Kursi) dan Alif Laam Miim Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum (QS. Ali Imran [3] ayat 1-2), terdapat Al-Ismul A‘zhom.’”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dari Musaddad; Tirmidzi dari Ali bin Khasyram; dan Ibnu Majah dari Abu Bakr bin Abi Syaibah, yang mana ketiganya berasal dari Isa bin Yunus dari Abdullah bin Abi Ziyad. Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”
    Hadits lainnya adalah Hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah yang mana Ibnu Mardawaih berkata: Abdullah bin Numair telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ishaq bin Ibrahim bin Isma‘il telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Hisyam bin ‘Ammar telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:)   Walid bin Muslim telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) ‘Abdullah bin Ala’ bin Zaid telah meriwayatkan kepada kami, bahwa dia telah mendengar Qasim bin Abdurrahman meriwayatkan dari Abu Umamah yang dimarfu‘kannya:
“Ismullohil A‘zhom yang jika seseorang berdo‘a dengannya bakal diijabah terdapat dalam 3 tempat, yakni di surah Al-Baqarah, Ali Imran, dan Thaahaa.”
Hisyam bin Ammar –Sang orator Damaskus– berkata: “Adapun di surah Al-Baqarah maksudnya ada di ayat Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum (yakni di ayat 255 nya atau yang biasa disebut dengan “Ayat Kursi”  –edt.); lalu di surah Ali Imran maksudnya ada di ayat: Alif Laam Miim. Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum*) Yakni di ayat 2 nya –edt..; lalu di surah Thaahaa maksudnya ada di ayat Wa ‘anatil wujuuhu lil hayyil qoyyuum*) Yakni di ayat 111 nya –edt.. .”
    Hadits lainnya adalah Hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah yang menjelaskan tentang keutamaan membaca Ayat Kursi di seusai shalat fardhu. Abu Bakr bin Mardawaih berkata: Muhammad bin Muhriz Al-Adami telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ja‘far bin Muhammad bin Al-Hasan telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Al-Hasan bin Bisyr telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Muhammad bin Humair telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Muhammad bin Ziyad telah meriwayatkan kepada kami, dari Abu Umamah, dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang membaca Ayat Kursi di setiap selesai shalat fardhu, niscaya tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian.”
Nasa’i juga meriwayatkan Hadits ini dalam ‘Amalul Yaum Wal Lailah dari Al-Hasan bin Bisyr. Sementara Ibnu Hibban meriwayatkan Hadits ini dalam Shahihnya dari Muhammad bin Humair Al-Himshi, seorang yang termasuk tokoh rawi dalam sanad Bukhari. Dengan demikian, isnad Hadits ini sesuai syarat keshahihan yang ditetapkan Bukhari. Namun demikian, Abul Faraj Ibnul Jauzi menyatakan bahwa Hadits ini maudhu‘. Waloohu a‘lam.
    Ibnu Mardawaih juga berkata: Muhammad bin Al-Hasan bin Ziyad Al-Muqri telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Yahya Al-Marwazi telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ziyad bin Ibrahim telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Abu Hamzah As-Sukari telah meriwayatkan kepada kami, dari Al-Mutsanna, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Musa Al-Asy‘ari, dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Allah telah mewahyukan kepada Musa bin ‘Imran as.: ‘Hendaklah engkau membaca Ayat Kursi di setiap usai shalat fardhu. Sebab barang siapa yang membacanya di setiap usai shalat fardhu, Aku akan menjadikan hatinya sebagaimana hati orang-orang yang pandai bersyukur dan lisannya sebagaimana lisan orang-orang yang banyak berdzikir; dan Aku akan memberikan kepadanya pahala sebagaimana yang diraih para Nabi dan (kemampuan) beramal sebagaimana para shiddiqin. Tidak ada yang membiasakan amalan itu kecuali seorang nabi, seorang shiddiq, orang yang hatinya telah Ku-uji untuk beriman, atau orang yang Aku kehendaki untuk gugur di jalan Alah.’” (Hadits mungkar jiddan).
    Hadits lainnya adalah Hadits yang menjelaskan bahwa orang yang membaca Ayat Kursi di pagi dan sore hari, akan berada dalam pelindungan Allah. Abu Isa At-Tirmidzi berkata: Yahya bin Mughirah alias Abu Salamah Al-Makhzumi Al-Madini telah mengkhabarkan kepada kami, (dia berkata:) Ibnu Abi Fudaik telah meriwayatkan kepada kami, dari Abdurrahman Al-Mulaiki, dari Zurarah bin Mush‘ab, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa membaca Haa Miim (surah Al-Mu’min) sampai: .... ilaihil mashiir dan Ayat Kursi ketika berada di pagi hari, maka dia akan terjaga hingga tiba sore hari. Dan barang siapa yang membacanya di sore hari maka dia akan terjaga hingga tiba pagi hari.”
Imam Tirmidzi berkata: “Ini adalah Hadits gharib. Sebagian ahlul ‘ilmi memperdebatkan profil Abdurrahman bin Abi Bakr bin Abi Mulaikah Al-Mulaiki (salah seorang rawi Hadits ini –edt.) tentang hafalannya.”
    Mengenai fadhilah Ayat Kursi, juga dijelaskan dalam banyak Hadits lainnya, namun kami (Ibnu katsir) sengaja tidak mencantumkannya di sini, agar pembahasannya menjadi ringkas, dikarenakan Hadits-hadits tersebut tidak berpedikat shahih dan sanad-sanadnya berstatus dha‘if. Di antara Hadits-hadits tersebut adalah pertama, Hadits dari Ali yang menjelaskan bahwa jika seseorang membaca Ayat Kursi di saat bekam, maka dia akan beroleh manfaat sebagaimana yang diperoleh dari 2 kali pembekaman; dan kedua, Hadits dari Abu Hurairah yang menjelaskan bahwa jika seseorang menulis Ayat Kursi di tangan kirinya dengan Za‘faran sebanyak 7 kali lalu menjilatinya, maka orang tersebut akan menjadi tajam ingatannya dan tidak gampang lupa. Kedua Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Mardawaih. Dan, di sana masih ada Hadits-hadits lainnya.
*    Firman Allah:
“Allah, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan haq) melainkan Dia”
    Ayat ini menjelaskan bahwa Dia (Allah) adalah satu-satunya ilah (sesembahan) bagi semua makhluk.
*    Firman Allah:
“Yang Hidup kekal lagi Maha Mengurus (makhluk-Nya).”
    Maksudnya, Allah itu Maha Hidup dan tak pernah mati buat selamanya lagi terus-menerus mengurus pihak selain diri-Nya. Umar membacanya dengan: “al-qoyyaam” yang berarti bahwa semua (makhluk) yang ada sangatlah membutuhkan Dia, sementara Dia tidak membutuhkan mereka; dan mereka tidak bisa menjadi teratur/terurus/berada dalam kondisi semestinya tanpa perintah-Nya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tegaknya langit dan bumi atas perintah-Nya....” (QS. Ar-Ruum [30] ayat 25)
*    Firman Allah:
    “Dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur.”
    Maksudnya, Dia tidak menyandang kekurangan, kelalaian, dan keteledoran dalam mengurus makhluk-Nya. Melainkan Dia itu mengatur dan mengurus setiap makhluk-Nya atas apa yang mereka kerjakan; Dia Maha Menyaksikan segalanya; tidak ada yang ghaib dari pantauan-Nya; dan tidak ada apapun yang tersembunyi dari pengawasan-Nya. Dan termasuk kesempurnaan qoyyumiyyah (sifat ke-Maha Mengurus-an) yang Dia miliki adalah Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur.
    Disebutkan dalam riwayat shahih dari Abu Musa, dia berkata:
“Suatu ketika Rasulullah saw. berdiri di hadapan kami (para shahabat) lalu menyampaikan 4 poin kalimat. Beliau bersabda: ‘Sesungguhnya Allah itu tidak tidur dan memang tidak selayaknya Dia tidur; Dia berkuasa untuk menurunkan timbangan amal atau menaikkannya*) Maksudnya, Allah menurunkan atau menaikkan timbangan lantaran adanya amal hamba-Nya yang naik ke sisi-Nya yang ditimbang dan adanya rizki yang Dia turunkan kepada makhluk-Nya yang juga ditimbang. Ada juga yang mengartikan bahwa makna “al-qistho” di sini adalah rizki yang Allah bagi-bagikan kepada segenap makhluk-Nya, yang mana di antaranya ada yang diturunkan-Nya sehingga menjadi sempit rizkinya dan ada pula yang dinaikkan-Nya sehingga menjadi lapang rizkinya. Walloohu a‘lam. Baca: Syarah Shahih Muslim [263] oleh Imam Nawawi –edt..; amalan siang dilaporkan kepada-Nya sebelum amalan malam dan amalan malam dilaporkan kepada-Nya sebelum amalan siang*) Maksudnya, amalan yang dikerjakan manusia di siang hari akan dilaporkan kepada Allah sebelum dilaporkannya amalan yang dikerjakannya di malam hari yang terjadi sesudah siang itu; dan amalan manusia yang terjadi di malam hari akan dilaporkan kepada Allah sebelum dilaporkannya amalan yang dikerjakannya di siang hari yang terjadi sesudah malam itu, dan begitulah seterusnya. Baca: Syarah Shahih Muslim [263] oleh Imam Nawawi –edt..; dan hijab-Nya adalah cahaya atau api yang jika Dia singkapkan, niscaya kemuliaan dzat-Nya akan membakar segala yang terjangkau oleh pandangan-Nya yakni semua makhluk-Nya*) Maksud “segala yang terjangkau oleh pandangan-Nya” adalah semua makhluk-Nya; sebab pandangan Allah itu menjangkau semua makhluk-Nya. Baca: Syarah Shahih Muslim [263] oleh Imam Nawawi –edt...’”
    Sementara itu Abdurrazzaq meriwayatkan Hadits lainnya seraya berkata: Ma‘mar telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Hakam bin Aban telah meriwayatkan kepadaku, dari Ikrimah (maula Ibnu Abbas) tentang firman Allah “Laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa nauum”, disebutkan:
“Bahwasanya Musa as. pernah bertanya kepada malaikat: ‘Apakah Allah ‘azza wa jalla itu tidur?’ Allah pun lalu mewahyukan kepada para malaikat seraya memerintahkan mereka agar membuat Musa tidak tidur selama 3 hari dan jangan sampai membiarkannya tertidur. Mereka pun lalu melaksanakannya. Selanjutnya, mereka memberikan 2 botol kaca kepada Musa dan memerintahkan dia untuk memegangnya. Sesudah itu mereka meninggalkan Musa dan membiarkannya jika kedua botol itu dipecahkannya nanti. Tak lama kemudian, Musa pun mengantuk sementara kedua botol tersebut masih berada di tangannya; masing-masing tangan memegang 1 buah botol. Musa pun lalu mengantuk lantas sadar kembali, lalu mengantuk lantas sadar kembali, lalu betul-betul mengantuk berat yang tak kuasa dia menahannya. Dia pun lalu (tanpa sadar) membenturkan salah satu dari kedua botol tersebut kepada botol lainnya, hingga keduanya sama-sama pecah.” Ma‘mar berkata: “Ini adalah sebuah perumpamaan yang dibuat Allah.” Ma‘mar berkata lagi: “Begitulah gambaran langit dan bumi berada dalam genggaman kedua tangan-Nya*) Maksudnya, jika Allah mengalami kantuk dan tidur, pastilah langit, bumi, dan segala apa yang ada pada keduanya bakal hancur sebagaimana kedua botol tersebut –edt...”
    Yang paling janggal dari semua itu adalah Hadits yang diriwayatkan Ibnu Jarir yang mana dia berkata: Ishaq bin Abi Isra’il telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Hisyam bin Yusuf telah meriwayatkan kepada kami, dari Umayyah bin Syibl, dari Hakam bin Aban, dari Ikrimah, dari Abu Ikrimah, dari Abu Hurairah yang berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. di mimbar berkisah tentang Musa. Beliau berkata:
‘Pernah terdetik dalam diri Musa: apakah Allah itu tidur? Maka Allah lalu mengutus seorang malaikat kepadanya lalu membuatnya tidak tidur selama 3 hari. Selanjutnya malaikat itu memberikan 2 buah botol kaca kepadanya, yang mana masing-masing tangan Musa disuruh memegang 1 botol. Lantas malaikat tersebut menyuruh Musa untuk berekstra hati-hati menjaga kedua botol tersebut. Selanjutnya, Musa tertidur dan (tanpa disadari) kedua tangannya hampir berbenturan. Ketika tersadar, dia langsung menjauhkan tangannya yang satu dari tangan lainnya, namun lalu tertidur pulas, lalu kedua tangannya saling berbenturan (tanpa dia sadari), hingga pecahlah kedua botol tersebut.’” Rawi berkata: “Allah membuat perumpamaan tersebut yang maksudnya jika Dia tidur, tentulah Dia tidak bisa mengendalikan langit dan bumi.”
Hadits ini berpredikat gharib jiddan (gharib sekali). Yang lebih jelas adalah, bahwa riwayat ini termasuk cerita Isra’iliyyat, bukan Hadits yang statusnya marfu‘. Walloohu a‘lam.
    Ibnu Abi Hatim meriwayatkan seraya berkata: Ahmad bin Qasim bin ‘Athiyyah telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ahmad bin ‘Abdurrahman telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) ayahku telah meriwayatkan kepadaku, dari ayahnya, (dia berkata:) Asy‘ats bin Ishaq telah meriwayatkan kepada kami, dari Ja‘far bin Abu Mughirah, dari Sa‘id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa orang-orang bani Isra’il pernah berkata: “Wahai Musa, apakah Rabbmu tidur?” Jawab Musa: “Bertqawalah kalian semua kepada Allah!” Allah ‘azza wa jalla lalu memanggil Musa: “Wahai Musa, mereka (kaummu) telah bertanya kepadamu: ‘Apakah Rabbmu tidur?!’ Kalau begitu, ambillah 2 buah botol kaca lalu peganglah dengan kedua tanganmu, lantas jangan tidur semalam suntuk.” Musa pun lalu melaksanakan perintah itu. Selanjutnya, ketika telah berlalu sepertiga malam pertama, Musa terserang kantuk lantas berlututlah ia sehingga menjadi hilang kantuknya dan ia pun dapat memegang kembali kedua botol tersebut dengan sigap. Sesudah itu, ketika tiba akhir malam, dia terserang kantuk berat yang tak tertahankan hingga jatuhlah kedua botol tersebut dan pecah berantakan. Allah lantas berfirman: “Wahai Musa, sekiranya Aku tidur, maka semua langit dan bumi akan terjatuh lalu menjadi berantakan sebagaimana kedua botol yang ada di kedua tanganmu itu.” Allah ‘azza wa jalla pun lantas menurunkan Ayat Kursi kepada Nabi-Nya.
*    Firman Allah:
“Milik-Nyalah apa yang di langit dan apa yang ada di bumi.”
    Ayat ini menjelaskan bahwa semua makhluk-Nya adalah hamba-Nya dan berada dalam kekuasaan-Nya serta tunduk sepenuhnya di bawah kontrol dan kendali-Nya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
“() Tidak ada siapapun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Rabb Yang Maha Rahman selaku seorang hamba. () Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. () Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam [19] ayat 93-95)
*    Firman Allah:
“Tiada siapapun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin-Nya.”
    Maksud ayat ini adalah sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya yang lain:
“Dan betapa banyaknya malaikat di langit yang syafaat mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya.” (QS. An-Najm [53] ayat 26)
“... dan mereka tiada bisa memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah....” (QS. Al-Anbiyaa’ [21] ayat 28)
Dan ini termasuk bagian dari keagungan-Nya, kemuliaan-Nya, dan kebesaran-Nya ‘azza wa jalla, bahwasanya tak ada siapapun yang berani memberikan syafaat kepada seorang pun di sisi-Nya kelak kecuali atas seizin-Nya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang membicarakan tentang syafaat:
“... Aku (Nabi saw.) lalu datang ke bawah ‘Arsy lantas menyungkur sujud (kepada Alah), lalu Allah membiarkan aku sujud selama waktu yang Dia kehendaki. Selajutnya dikatakan kepadaku: ‘Bangkitlah. Katakanlah (apa yang hendak engkau katakan), niscaya perkataanmu didengar dan berikanlah syafaat, niscaya syafaatmu diterima.’” Beliau saw. berkata lagi: “Selanjutnya, Allah menetapkan batasan tertentu (mengenai jumlah orang yang bisa kuberi syafaat). Lantas aku pun memasukkan banyak orang ke surga (berkat syafaatku).”
*    Firman Allah:
“Allah mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka.”
    Ayat ini menjelaskan bahwa ilmu-Nya meliputi seluruh apa saja baik yang sudah berlalu, yang sedang ada/terjadi saat ini, maupun yang bakal datang di kemudian hari. Hal ini sebagaimana firman-Nya yang menjelaskan tentang para malaikat:
“Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Rabbmu. Milik-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan Rabbmu tidaklah lupa.” (QS. Maryam [19] ayat 64)
*    Firman Allah:
“dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.”
    Makna ayat ini adalah bahwa siapapun tidak bisa mengetahui sesuatu dari ilmu Allah kecuali sesuai apa yang Allah ‘azza wa jalla ajarkan dan singkapkan kepadanya. Bisa juga bermakna bahwa mereka (para hamba Allah) tidak bisa menjadikan seseorang mengetahui sesuatu dari ilmu tentang dzat dan sifat Allah kecuali sesuai dengan yang Allah singkapkan kepada mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
“... sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.” (QS. Thaahaa [20] ayat 110)
*    Firman Allah:
“Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”
    Ibnu Abi Hatim meriwayatkan seraya berkata: Abu Sa‘id Al-Asaj telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ibnu Idris telah meriwayatkan kepada kami, dari Mutharrif bin Tharif dari Ja‘far bin Abi Mughirah dari Sa‘id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman Allah “wasi‘a kursiyyuhus samaawaati wal ardho”, dia (Ibnu Abbas) berkata bahwa makna kursiyyuhu (Kursi Allah) adalah “ilmuhuu” (Ilmu Allah).
Demikian pula Ibnu Jarir meriwayatkan Hadits ini dari jalur Abdullah bin Idris dan jalur Hasyim, yang mana keduanya berasal dari Mutharrif bin Tharif. Ibnu Abi Hatim berkata: “Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari Sa‘id bin Jubair.”
    Ibnu Jarir berkata: “Sementara ulama’ lain ada juga yang mengatakan bahwa makna Kursi adalah “maudhi’ul qodamain” (tempat kedua telapak kaki).” Ibnu Jarir juga meriwayatkan makna yang demikain dari Abu Musa, As-Saddi, Ad-Dhahhak, dan Muslim Al-Bathin.
    Sementara Syuja‘ bin Mukhallad berkata dalam Tafsirnya: Abu ‘Ashim telah meriwayatkan kepada kami dari Sufyan dari ‘Ammar Adz-Dzahabi, dari Muslim Al-Bathin, dari Sa‘id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata:
“Nabi saw. pernah ditanya tentang firman Allah ‘azza wa jalla ‘wasi‘a kursiyyuhus samaawaati wal ardho’. Beliau lalu bersabda: ‘Makna Kursi-Nya adalah tempat kedua telapak kaki-Nya. Sementara tentang ‘Arsy-Nya tak ada yang mengetahui ukurannya kecuali Allah ‘azza wa jalla.’”
    Waki‘ juga meriwayatkan Hadits ini dalam Tafsirnya, yang mana dia berkata: Sufyan telah meriwayatkan kepada kami, dari ‘Ammar Adz-Dzahabi dari Muslim Al-Bathin, dari Sa‘id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata:
“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (Allah). Sementara tentang ‘Arsy-Nya, tak ada siapapun yang mengetahui ukurannya.”
    Hakim juga meriwayatkan Hadits tersebut dalam Mustadraknya dari Abul ‘Abbas bin Muhammad bin Ahmad Al-Mahbubi, dari Muhammad bin Mu‘adz, dari Abu ‘Ashim, dari Sufyan Ats-Tsauri –dengan isnadnya–, dari Ibnu ‘Abbas secara mauquf dengan lafazh yang semakna. Dia (Hakim) berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat keshahihan Bukhari-Muslim namun keduanya tidak mengeluarkannya.”
    As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik bahwa Kursi itu berada di bawah ‘Arsy. As-Saddi juga berkata: “Semua langit dan bumi itu berada di dalam rongga Kursi, sementara Kursi berada di depan ‘Arsy.”
    Ad-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: “Sekiranya semua langit yang 7 dan bumi yang 7 dibentangkan lalu antara yang satu dengan lainnya disambung, maka keberadaan semua itu di Kursi tidak ubahnya sebuah baju besi yang diletakkan di hamparan padang sahara.”
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan Hadits yang demikian.
    Ibnu Jarir berkata: Yunus telah meriwayatkan kepadaku, (dia berkata:) Ibnu Wahb telah meriwayatkan kepadaku, dia berkata: Ibnu Zaid berkata: Ayahku telah meriwayatkan kepadaku, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Keberadaan langit yang 7 di Kursi itu tidak lain sebagaimana halnya 7 keping uang dirham yang diletakkan di hamparan sebuah tameng.”
Ibnu Zaid berkata lagi: Abu Dzarr berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Keberadaan Kursi di ‘Arsy itu tak lain sebagaimana keberadaan sebuah baju besi yang diletakkan di hamparan padang luas di muka bumi.”
    Abu Bakar Ibnu Mardawaih berkata: Sulaiman bin Ahmad telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Abdullah bin Wuhaib Al-Muqri telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Muhammad bin Abul Yusra Al-‘Asqalani telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Muhammad bin Abdullah At-Tamimi telah meriwayatkan kepada kami, dari Qasim bin Muhammad Ats-Tsaqafi, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Dzarr Al-Ghifari, bahwasanya dia pernah bertanya kepada Nabi saw. tentang Kursi. Lantas Rasulullah saw. bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, keberadaan langit yang 7 dan bumi yang 7 di Kursi itu, tak lain seperti keberadaan sebuah baju besi yang diletakkan di atas hamparan padang luas. Sesungguhnya keutamaan ‘Arsy atas Kursi itu sebagaimana halnya keutamaan padang luas atas sebuah baju besi.”
    Al-Hafizh Abu Ya‘la Al-Maushuli berkata dalam Musnadnya: Zuhair telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ibnu Abi Bakr telah meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Isra’il telah meriwayatkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Abdullah bin Khalifah, dari Umar ra., ia berkata: “Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata: ‘Tolong do‘akan kepada Allah, agar Dia berkenan memasukkan aku ke surga.’ Demi mendengar permohonan tersebut, sontak beliau lalu mengagungkan Allah tabaaroka wa ta‘aalaa. Sesudah itu beliau bersabda:
‘Sesungguhnya Kursi Allah itu meliputi semua langit dan bumi. Sungguh Kursi itu mengeluarkan suara (akibat menahan beban) seperti halnya pelana baru (yang mengeluarkan suara) lantaran menahan beban berat.’”
    Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur Juwaibir dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwasanya dia berkata: “Kursi itu ya ‘Arsy itu sendiri.” Namun yang benar adalah bahwa Kursi itu bukan ‘Arsy, dan ‘Arsy ukurannya jauh lebh besar dari Kursi, sebagaimana hal ini dijelaskan dalam banyak Atsar dan Khabar. Dalam hal ini Ibnu Jarir berhujjah dengan Hadits Abdullah bin Khalifah dari Umar yang menjelaskan tentang hal itu yang menurutku (Ibnu Katsir) perlu ditinjau tentang keshahihannya. Walloohu a‘lam.
*    Firman Allah:
“Allah tidak merasa berat memelihara keduanya (langit dan bumi).”
    Maknanya, Allah tidak terbebani dan tidak repot dalam memelihara langit dan bumi serta apa saja yang ada di antara keduanya; bahkan hal itu mudah dan ringan bagi-Nya. Dialah Dzat yang mengatur segala makhluk bernyawa atas apa yang mereka kerjakan. Dia Maha Mengawasi segalanya sehingga tak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Nya dan tak ada sesuatupun yang ghaib bagi-Nya. Segala sesuatu itu di hadapan-Nya pada tunduk, merendahkan diri, rendah, dan kecil; mereka sangat berhajat kepada-Nya sedang Dia Maha Kaya, Maha Terpuji, dan Maha Berkuasa untuk berbuat apa saja yang Dia kehendaki. Dia tidak dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang diperbuat-Nya, sementara para makhluk-Nya bakal dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang mereka perbuat. Dia Maha Menguasai sepenuhnya segala sesuatu, Maha Menghitung segala sesuatu, lagi Maha Mengawasi, Maha Tinggi, Maha Agung, tidak ada sesembahan selain-Nya, dan tidak ada Rabb selain-Nya.
*    Firman Allah:
“dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung.”
    Makna ayat ini adalah semakna dengan firman-Nya:
“...Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi.”
    Pada ayat-ayat yang seperti ini dan pada lafazh-lafazh semakna lainnya yang disebutkan dalam Hadits shahih lagi benar, manhaj salafus shalih memerintahkan agar kita memaknainya sebagaimana yang disebutkan dalam zhahir ayat atau zhahir lafazh tersebut tanpa takyif (membagaimanakan tentang Allah) dan tanpa tasybih (menyerupakan Allah dengan selain-Nya).

(Dikutip dari buku The Power Of Ayat Kursi karya Mukhlis Abu Nafis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar