27 Nov 2010

FADHILAH AYAT KURSI

Ayat Kursi memiliki beberapa fadhilah (keistemawaan, keutamaan, keunggulan, dan khasiat) sebagaimana disebutkan dalam Hadits-hadits Nabi saw.. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Menjadi sebab masuknya surga bagi orang yang membacanya di setiap usai shalat fardhu.
    Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah ra., yang mana Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang membaca Ayat Kursi di setiap selesai shalat fardhu, niscaya tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian.” (HR. Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum Wal Lailah [100]; Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum Wal Lailah  [121]; dan Thabrani dalam Al-Kabir [1/114/7532])
Hadits ini dishahihkan Ibnu Hibban. Al-Mundziri berkata dalam At-Targhib Wat Tarhib 2/261: “Hadits ini diriwayatkan Nasa’i dan Tahbrani dengan beberapa sanad yang salah satunya berpredikat shahih.” Al-Haitsami berkata dalam Majma‘uz Zawa’id 1/102: “Hadits ini diriwayatkan Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath dengan beberapa sanad yang salah satunya berpredikat jayyid (bagus).” Dishahihkan Albani dalam Shahihul Jami‘ 5/339; dan dalam Silsilatul Ahadits As-Shahihah [2/697/972].
Menurut Ibnu Qayyim, maksud dari Hadits ini adalah tiada yang membatasi antara orang yang membacanya di setiap usai shalat dan surga kecuali kematian.
    Imam Baihaqi mengeluarkan Hadits yang semakna dengan lafazh:
“Siapa yang membaca Ayat Kursi di setiap selesai shalat, maka tidak ada yang menghalangi antara dia dan masuk surga kecuali kematian. Karenanya, jika ia mati maka ia lalu masuk surga.” (HR. Baihaqi dalam Syu‘abul Iman [2/455/2385])
2. Orang yang membacanya di seusai shalat fardhu akan berada dalam lindungan Allah hingga tiba shalat fardhu berikutnya.
Diriwayatkan dari Hasan bin ‘Ali ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang membaca Ayat Kursi di setiap selesai shalat fardhu, maka dia berada dalam lindungan Allah hingga tiba shalat (fardhu) berikutnya.” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir dengan isnad hasan. Baca: Majma‘uz Zawa’id [2/148], bab Dzikir dan do‘a yang dibaca sesudah shalat)
    Mengenai Hadits ini, Al-Mundziri berkata dalam At-Targhib Wat Tarhib [2/299/2469]: “Hadits ini diriwayatkan Thabrani dengan isnad hasan.”
3. Orang membacanya di saat hendak tidur, maka tidak akan diganggu setan selama tidurnya.
    Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata: “Rasulullah saw. pernah menugasiku untuk menjaga harta zakat Ramadhan (zakat fithrah). Di satu malam, datanglah sosok seseorang lalu mengambil (mencuri) sebagian dari bahan pangan (harta zakat) itu sepenuh cidukan kedua telapak tangan. Aku pun lantas menangkap pencuri tersebut dan kukatakan kepadanya: ‘Sungguh aku akan melaporkan engkau kepada Rasulullah saw.....’ (dan seterusnya hingga akhir Hadits).” Di akhir Hadits disebutkan bahwa sosok pencuri tersebut lalu memberitahukan sesuatu kepada Abu Hurairah (sebagai kompensasi agar ia tidak dibawa ke hadapan Nabi saw.):
“Jika engkau beranjak ke tempat tidurmu, maka bacalah Ayat Kursi (sebelum kedua matamu terpejam). Niscaya engkau senantiasa dijaga oleh Allah (dalam tidurmu) dan setan takkan berani mendekatimu hingga pagi hari.” Nabi saw. bersabda mengenai ucapan sosok pencuri tersebut: “Dia (sosok pencuri itu) kali ini telah berkata jujur kepadamu meski dia itu pada kebiasaanya berwatak pendusta. Dia itu tak lain adalah setan.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya di kitab Penciptaan makhluk bab Sifat iblis dan bala tentaranya [3033])
4. Merupakan salah satu do‘a ruqyah untuk orang yang kesurupan atau kerasukan jin.
    Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Abu Laila ra. yang mana ia berkata:
“Ketika aku sedang duduk di sisi Nabi saw., datanglah seorang baduwi lantas berkata: ‘Sesungguhnya aku memiliki saudara yang saat ini sedang sakit.’ Beliau saw. bertanya: ‘Apa sakit yang menimpa saudaramu?’ Ia menjawab: ‘Kerasukan jin.’ Beliau saw. bersabda: ‘Silakan engkau pulang lalu bawa kemari saudaramu itu.’ Orang itupun lantas pulang dan datang lagi ke hadapan Nabi saw. dengan membawa saudaranya yang tengah sakit itu. Si sakit lalu didudukkan di hadapan beliau saw.. Selanjutnya, aku (Abu Laila) mendengar beliau saw. meruqyahnya dengan membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah); lantas 4 ayat pertama dari surah Al-Baqarah; lantas 2 ayat yang ada di tengah-tengah surah Al-Baqarah yakni Wa ilaahukum ilaahuw waahid....; lantas Ayat Kursi; lantas 3 ayat terakhir dari surah Al-Baqarah; lantas 1 ayat dari surah Ali ‘Imran yakni Syahidalloohu annahuu laa ilaaha illaa huwa....; lantas 1 ayat dari surah Al-A‘raaf yakni Inna robbakumulloohul ladzii kholaqo....; lantas 1 ayat dari surah Al-Mu’minuun yakni Wa may yad‘u ma‘alloohi ilaahan aakhoro laa burhaana lahuu bihii....; lantas 1 ayat dari surah Al-Jin yakni Wa annahuu ta‘aalaa jaddu robbinaa mat takhodza shoohibataw walaa waladaa; lantas 10 ayat pertama dari surah Ash-Shaaffaat; lantas 3 ayat terakhir dari surah Al-Hasyr; lantas surah Al-Ikhlash; dan Al-Mu‘awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas). Si baduwi yang semula sakit itupun lalu berdiri dalam keadaan telah sembuh alias tidak menderita apa-apa lagi.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya [3539])
    Dalam Az-Zawa’id disebutkan: “Dalam isnad Hadits ini terdapat rawi bernama Abu Hibban (Abu Janab) Al-Kalbi yang dinilai berpredikat dha‘if. Nama asli dia adalah Yahya bin Abu Hayyah. Sementara itu, Hakim mengeluarkan Hadits ini dalam Mustadraknya dari jalur Abu Hibban dan dia berkata: ‘Hadits ini mahfuzh shahih.’” (Baca: Syarah Sunan Ibni Majah [3539] oleh As-Sindi).
5. Orang yang membacanya tidak akan didekati setan; begitu pula obyek yang padanya dibacakan Ayat Kursi.
    Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits berikut:
    Pertama, Hadits yang diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari ra.:
Bahwasanya dia (Abu Ayyub) memiliki rak di luar rumah yang digunakan untuk menyimpan kurma. Satu ketika datanglah sesosok jin lalu mengambil (mencuri) sebagian dari kurma tersebut. Selanjutnya dia melaporkan kasus tersebut kepada Nabi saw.. Nabi saw. berkata: “Silahkan pulang, lalu jika engkau melihatnya datang kembali, katakanlah kepadanya: ‘Bismillaah, sambutlah seruan Rasulullah saw..’” Abu Ayyub lalu berhasil menangkapnya, namun sosok jin tersebut lalu bersumpah untuk tidak mengulangi perbuatannya, sehingga Abu Ayyub pun melepaskannya. Ketika menghadap Nabi saw. kembali, Nabi lalu bertanya: “Bagaimana dengan tawananmu?” Abu Ayyub menjawab: “Dia bersumpah untuk tidak mengulangi perbuatannya.” Nabi saw. berkata: “Dia itu dusta dan pasti akan mengulangi kedustaannya.” Selanjutnya, Abu Ayyub berhasil menangkapnya lagi lalu berkata kepada sosok jin tersebut: “Aku tak akan melepaskanmu hingga membawamu ke hadapan Nabi saw..” Sosok jin itu lalu berkata: “Aku akan memberitahukan sesuatu kepadamu, yakni tentang Ayat Kursi. Bacalah olehmu ayat tersebut di rumahmu, niscaya setan dan gangguan lain tak akan mendekatimu.” Ketika Abu Ayyub menghadap Nabi saw. kembali, Nabi bertanya: “Bagaimana dengan tawananmu?” Setelah Abu Ayyub menceritakan apa yang dikatakan sosok jin tersebut, Nabi saw. bersabda: “Kali ini dia berkata benar, meski dia itu biasanya bertabiat pendusta.” (HR. Tirmidzi dalam Sunannya [2805], Hadits hasan gharib)
    Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa sosok jin tersebut berkata:
“Tolong lepaskan aku dan sebagai kompensasinya aku akan memberitahumu tentang kalimat dzikir yang jika engkau membacanya, niscaya sesuatu (gangguan setan) tidak akan mendekatimu, yakni Ayat Kursi.” Ketika Abu Ayyub menghadap Nabi saw. dan memberitahukan hal tersebut, Nabi saw. lalu bersabda: “Kali ini dia berkata benar, meski dia itu biasanya bertabiat pendusta.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya [22488])
    Dalam riwayat lainnya lagi disebutkan bahwa sosok jin tersebut berkata:
“Tolong lepaskan aku dan sebagai kompensasinya aku akan memberitahumu tentang satu ayat dari Kitabullah yang jika engkau membacakannya pada harta atau anak, maka setan tidak akan mendekati (harta atau anak)mu buat selamanya.” Aku (Abu Ayyub) berkata: “Ayat mana yang dimaksud?” Sosok jin tersebut menjawab: “Aku tidak sanggup membacanya. Ayat tersebut adalah Ayat Kursi.” (At-Targhib Wat Tarhib [1/237/899])
    Kedua, Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Ubay bin Ka‘b bahwa ayahnya (Ubay bin Ka‘b) menceritakan kepadanya bahwa keluarga mereka memiliki kurma yang disimpan di tempat pengeringannya, yang mana setelah diamati ternyata kurma tersebut mengalami pengurangan dari kondisi semula. Dia (Ubay bin Ka‘b) pun lalu melakukan ronda di satu malam. Syahdan, ternyata di malam itu datanglah sesosok hewan yang menyerupai remaja yang sudah berusia baligh. Ubay berkisah: “Ketika aku berucap salam, ternyata dia menjawabnya. Aku lantas bertanya: ‘Kamu ini termasuk golongan jin atau manusia?’ Dia menjawab: ‘Jin.’ Aku berkata: ‘Coba ulurkan tanganmu.’
    Ketika kulihat tangannya seperti tangan anjing dan bulunya juga seperti bulu anjing, aku lalu berkata: ‘Oh, beginilah ternyata rupa fisik jin itu.’ Dia lalu berkata: ‘Sungguh kalangan bangsa jin tahu bahwa di antara mereka tidak ada jin yang rupa fisiknya lebih buruk dari aku.’ Aku bertanya: ‘Lantas apa yang mendorongmu berbuat sebagaimana yang kau perbuat ini?’ Ia menjawab: ‘Aku mendengar bahwa engkau adalah seorang yang suka bersedekah. Karenanya, aku ingin mendapat bagian dari bahan pangan yang engkau miliki.’ Aku (Ubay) lalu bertanya kepadanya:
‘Apa yang bisa menjadi sebab dilindunginya kami dari gangguan kalian (bangsa jin)?’ Dia menjawab: ‘Ayat ini, Ayat Kursi.’ Akupun lalu membiarkan jin tersebut.” Ibnu Ubay bin Ka‘b berkata: “Di pagi harinya ayahku menghadap Rasulullah saw. dan menceritakan hal tersebut kepada beliau. Rasulullah saw. bersabda: ‘Si buruk rupa itu telah berkata benar.’” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya [3/63-64/784] dan Nasa’i dalam As-Sunanul Kubra [6/239/10796]. Lafazh yang ditulis di sini adalah lafazh Ibnu Hibban)
    Menurut Abu Hatim, nama Ibnu Ubay bin Ka‘b (putra Ubay bin Ka‘b) tersebut adalah Thufail bin Ubay bin Ka‘b.
    Maksud kata-kata “Si buruk rupa itu telah berkata benar” adalah apa yang dikatakan jin atau setan bahwa dengan membaca Ayat Kursi, maka seseorang akan terjaga dari gangguan mereka adalah benar adanya; sebab hal tersebut dibenarkan oleh Nabi saw.. Andaikata Nabi saw. tidak membenarkannya, maka omongan jin atau setan yang seperti itu tentu tak bisa dianggap sebagai sesuatu yang benar; sebab setan itu memiliki tabiat suka berdusta sebagaimana dijelaskan dalam Hadits lainnya. Walloohu a‘lam.  
    Dalam riwayat Hakim disebutkan adanya lafazh:
“.... Jika engkau membacanya di pagi hari, maka engkau akan terjaga dari gangguan kami (setan atau jin) hingga tiba sore hari. Dan jika engkau membacanya di sore hari maka engkau akan terjaga dari gangguan kami (setan atau jin) hingga tiba pagi hari....” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak [1/749/2064], dia berkata: “Ini Hadits shahihul isnad.”)
    Ketiga, Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa dia pernah mendapat tugas menjaga barang (bahan pangan) zakat. Ternyata dia lalu melihat ada bekas telapak tangan, sepertinya pelakunya telah mengambil (mencuri) sebagian darinya. Abu Hurairah lalu melaporkan hal tersebut kepada Nabi saw.. Nabi saw. berkata: “Engkau ingin menangkapnya? Bacalah olehmu: ‘Subhaana man sakhkhoroka li muhammadin shollalloohu ‘alaihi wa sallam (Maha Suci Dzat yang menundukkanmu (jin) untuk Muhammad saw.).’”
    Abu Hurairah berkata: “Aku pun lalu membaca kalimat tersebut ketika sudah berhadapan dengannya (jin). Aku lalu menangkapnya dan hendak membawanya ke hadapan Nabi saw.. Namun dia berkilah: ‘Sungguh, tiada lain engkau telah menangkap anggota keluarga yang sangat miskin dari kalangan jin. (Tegakah engkau melakukannya?) Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatan ini.’
    Di kemudian hari ternyata dia mengulangi perbuatannya, maka akupun mengadukannya kepada Nabi saw.. Beliau kembali bertanya: ‘Engkau ingin menangkapnya?’ Aku berkata: ‘Ya, tentu.’ Beliau berkata: ‘Bacalah olehmu: Subhaana man sakhkhoroka li muhammadin shollalloohu ‘alaihi wa sallam.’ Aku pun lalu membaca kalimat tersebut ketika sudah berhadapan dengannya. Selanjutnya, aku hendak membawanya ke hadapan kepada Nabi saw.. Namun dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
    Ketika aku melepaskannya, ternyata dia mengulangi perbuatannya untuk kali ketiga, maka akupun mengadukannya kembali kepada Nabi saw.. Beliau bertanya: ‘Engkau ingin menangkapnya?’ Aku berkata: ‘Ya, tentu.’ Beliau berkata: ‘Bacalah olehmu: Subhaanal ladzii sakhkhoroka bi muhammadin shollalloohu ‘alaihi wa sallam.’
    Aku pun lalu membaca kalimat tersebut ketika sudah berhadapan dengannya. Selanjutnya, aku katakan kepadanya: ‘Kamu telah berjanji kepadaku namun engkau dusta. Sungguh, kini aku benar-benar akan menyeretmu ke hadapan Nabi saw..’ Namun dia berkata:
‘Tolong lepaskan aku. Sebagai kompensasinya, aku akan memberitahumu beberapa kalimat yang jika engkau baca, niscaya semua jin baik yang laki-laki maupun yang wanita tidak akan mendekatimu.’ Aku tanyakan kepadanya: ‘Apa kalimat-kalimat itu?’ Dia menjawab: ‘Ayat Kursi. Silahkan engkau membacanya di setiap pagi dan sore.’” Abu Hurairah berkata: ‘Aku pun lalu melepaskannya dan selanjutnya aku ceritakan hal ini kepada Nabi saw.. Beliau bersabda: ‘Belumkah engkau tahu bahwa hal itu benar adanya?’” (HR. Nasa’i dalam As-Sunanul Kubra [6/237/10794] dan Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum Wal Lailah [1/531-532/958])
    Keempat, Hadits yang diriwayatkan dari Mu‘adz bin Jabal yang menyebutkan bahwa ia pernah mendengar derap suara (yang mengganggunya) lalu berhasil menangkap pelakunya. Mu‘adz lalu berkata kepadanya: “Siapa kamu ini?!” Dia menjawab: “Aku adalah setan.” Mu‘adz berkata lagi: “Kalau begitu, ayo kubawa kau ke hadapan Rasulullah saw..” Dia berkata: “Tolong lepaskan saja aku; aku tak akan mengulangi perbuatanku ini.” Mu‘adz pun lalu melepaskannya. Di pagi harinya saat Mu‘adz menghadap Nabi saw., Nabi bertanya: “Wahai Mu‘adz, bagaimana dengan tawananmu tadi malam?” Mu‘adz menjawab: “Aku telah melepaskannya.”
    Selanjutnya, di malam keduanya ketika Mu‘adz kembali merasakan gangguannya dan berhasil menangkapnya, setan tersebut kembali minta dilepaskan dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya, sehingga Mu‘adz pun lalu melepaskannya. Di malam ketiganya, ketika Mu‘adz kembali merasakan gangguannya dan berhasil menangkapnya, setan tersebut kembali minta dilepaskan dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Namun kali ini Mu‘adz enggan melepaskannya. Setan tersebut lalu berkata:
“Tolong lepaskan aku dan sebagai kompensasinya aku akan memberitahukan kepadamu tentang 1 ayat yang jika engkau membacanya, niscaya kami (kalangan setan) tidak akan mendekati tempat yang kau bacakan ayat tersebut padanya.” Setan tersebut lalu memberitahukan bahwa ayat yang dimaksud adalah Ayat Kursi. Di pagi harinya ketika Mu‘adz menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah saw., beliau lalu bersabda: “Dia (setan) kali ini telah berkata benar meski dia itu biasanya bertabiat pendusta.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu‘jamul Kabir [20/101/197])
6.  Merupakan salah satu ayat yang jika dibacakan di rumah, maka rumah tersebut tidak akan dimasuki setan.
    Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits berikut:
    Pertama, Hadits yang diriwayatkan dari As-Sya‘bi ia berkata: “Abdullah bin Mas‘ud berkata:
‘Barang siapa membaca 10 ayat dari surah Al-Baqarah di dalam rumah, maka setan tidak akan memasuki rumah itu di malam harinya hingga tiba pagi hari. Kesepuluh ayat tersebut adalah 4 ayat pertama darinya; Ayat Kursi; 2 ayat sesudah Ayat Kursi; dan 3 ayat terakhir dari surah Al-Baqarah.’” (HR. Thabrani dalam Al-Mu‘jamul Kabir [9/137/8673])
    Al-Haitsami berkata dalam Majma‘uz Zawa’id [10/118]: “Hadits ini diriwayatkan Thabrani dengan rijal shahih, hanya saja As-Sya‘bi tidak mendengarnya langsung dari Ibnu Mas‘ud.”
    Kedua, Hadits yang diriwayatkan dari Buraidah bin Hashib Al-Aslami ia berkata: “Aku mendengar kabar bahwa Mu‘adz bin Jabal pernah menangkap setan di zaman Rasulullah saw.. Aku pun lalu mendatanginya dan bertanya kepadanya: ‘Aku mendengar kabar bahwa engkau pernah menangkap setan di zaman Rasulullah saw.. Benarkah?’
    Dia menjawab: ‘Ya, benar. Rasulullah saw. pernah mengumpulkan kurma zakat padaku. Aku lalu menyimpannya di salah satu kamarku. Selanjutnya, di setiap harinya aku mendapati kurma tersebut bekurang. Aku lalu melaporkan hal ini kepada Rasulullah saw.. Beliau berkata kepadaku: ‘Itu adalah kelakuan setan. Silahkan engkau mengintainya.’ Aku pun lalu melakukan pengintaian di satu malam. Ketika sebagian waktu malam telah berlalu, tiba-tiba muncul sesosok makhluk seperti gajah. Ketika sudah mendekati pintu, makhluk tersebut lalu masuk melalui celah pintu, lalu mendekati kumpulan kurma lalu memakannya.
    Melihat hal itu, aku lalu mengencangkan kainku hingga separoh badan dan selanjunya aku berucap: ‘Asyhadu allaa ilaaha illallooh, wa anna muhammadan ‘abduhuu wa rosuuluh.’ Lantas kukatakan kepadanya: ‘Wahai musuh Allah, kenapa engkau mendekati kurma zakat lalu memakannya? Sementara mereka (orang-orang miskin) lebih berhak menerimanya daripada kamu! Sungguh aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah saw. agar beliau membeberkan aibmu.’
    Mendengar ancamanku, dia lalu berjanji untuk tidak akan mengulangi perbuatannya. Di pagi harinya ketika aku menghadap Rasulullah saw., beliau bertanya: ‘Apa yang diperbuat tawananmu.’ Aku jawab: ‘Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.’ Beliau berkata: ‘Sungguh dia bakal mengulanginya. Karenanya, silahkan kamu intai dia.’ Di malam kedua, aku pun lalu melakukan pengintaian. Ternyata benar, dia berbuat seperti itu lagi sehingga aku pun memperlakukannya sebagaimana kemarin. Ketika dia berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya, aku lalu melepaskannya.
    Ketika di pagi harinya aku menghadap Rasulullah saw. untuk memberitahukan hal tersebut, tiba-tiba seorang penyeru beliau berkata: ‘Di mana Mu‘adz?’ Selanjutnya, Nabi bertanya kepadaku: ‘Wahai Mu‘adz, apa yang diperbuat tawananmu.’ Aku pun lalu memberitahukannya kepada beliau. Beliau bersabda: ‘Sungguh dia bakal mengulangi perbuatannya. Karenanya, silahkan kamu intai dia.’ Di malam ketiga, aku pun lalu melakukan pengintaian. Ternyata benar, dia berbuat seperti itu lagi sehingga aku pun memperlakukannya sebagaimana kemarin. Kali ini aku katakan kepadanya: ‘Wahai musuh Allah, kamu telah berjanji 2 kali kepadaku (namun kamu mengkhianatinya). Pada kali ketiga ini aku benar-benar akan membawamu ke hadapan Rasulullah saw. agar beliau membeberkan aibmu.
    Dia lalu berkata: ‘Sesungguhnya aku ini adalah setan yang punya tanggungan keluarga. Kali ini aku tidak mendatangimu kecuali dengan memberitahukan 2 ayat. Seandainya engkau membaca salah satunya saja, niscaya aku tidak berani datang kemari. Sesungguhnya kami berada di kota kalian ini hingga diutusnya teman kalian (maksudnya: Nabi saw. –pen.). Ketika telah diturunkan 2 macam ayat kepadanya, engkau bisa membuat kami (setan) lari dari kota ini dengannya. Kami benar-benar terkena pengaruh 2 macam ayat tersebut, yang mana tidaklah keduanya dibacakan di dalam rumah, melainkan setan tidak akan berani memasukinya. (Dia mengatakan hal ini sampai 3 kali).’ (Dia berkata lagi:)
‘Jika engkau mau melepaskan aku, aku akan memberitahukan kedua macam ayat tersebut kepadamu.’ Aku (Mu‘adz) berkata: ‘Boleh, kalau begitu.’ Dia lalu berkata: ‘Yaitu Ayat Kursi dan ayat terkahir dari surah Al-Baqarah yang dimulai dari ayat: Aamanar rosuulu bimaa ungzila.... hingga akhir surah.’ Aku (Mu‘adz) pun lalu melepaskannya. Di pagi harinya ketika aku hendak memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah saw., tiba-tiba seorang penyeru beliau berkata: ‘Mana Mu‘adz bin Jabal?’ Ketika aku sudah masuk menemui beliau saw., beliau bertanya: ‘Apa yang diperbuat tawananmu?’ Aku jawab: ‘Dia berjanji kepadaku untuk tidak mengulangi perbuatannya (namun dia berdusta).’ Aku pun lalu memberitahukan kepada beliau tentang apa yang dikatakan setan tersebut. Rasulullah saw. lantas bersabda kepadaku: ‘Si jelek itu telah berkata benar (kali ini), namun dia itu bertabiat pendusta (pada kali lainnya).’” Muadz berkata lagi: “Sesudah itu aku pun lalu membacakan kedua macam ayat itu pada kurma zakat tersebut, dan aku tidak lagi mendapatinya berkurang.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu‘jamul Kabir [20/51/89])
    Ketiga, dalil lain yang berisi anjuran untuk membacakan Ayat Kursi di dalam rumah agar rumah kita tidak dimasuki setan, adalah Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umair ia berkata:
“Adalah Abdurrahman bin Auf jika memasuki rumahnya, dia membacakan Ayat Kursi di semua sudut rumahnya.” (HR. Abu Ya‘la dalam Musnadnya [13/165/7207] dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya [6/127/30026])
    Al-Haitsami berkata dalam Majma‘uz Zawa’id [10/128]: “Hadits ini diriwayatkan Abu Ya‘la dengan rijal tsiqah, hanya saja Abdullah bin Ubaid bin Umair tidak mendengarnya langsung dari Ibnu Auf.”
7.  Merupakan salah satu ayat yang jika dibacakan di rumah yang di dalamnya ada setan, maka setan tersebut akan “ngacir” keluar.
    Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda:
“Surah Al-Baqarah itu di dalamnya terdapat ayat yang merupakan ayat Al-Qur’an paling mulia. Tidaklah ayat tersebut dibacakan di rumah yang di dalamnya ada setan, melainkan setan tersebut akan ngacir keluar darinya. Ayat tersebut adalah Ayat Kursi.” (HR. Baihaqi dalam Syu‘abul Iman [2/457/2389] dan Hakim dalam Mustasdrak [1/748/2059]. Hakim berkata: “Ini Hadits shahihul isnad.”)
    Dijelaskan pula dalam Hadits semakna yang juga dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda:
    “Sesungguhnya segala sesuatu itu memiliki puncak; dan puncak Al-Qur’an adalah surah Al-Baqarah. Di dalam surah Al-Baqarah ada 1 ayat yang merupakan ayat paling mulia di antara semua ayat Al-Qur’an lainnya; dialah Ayat Kursi. Tidaklah ayat tersebut dibacakan di rumah yang di dalamnya ada setan, melainkan setan tersebut akan ngacir keluar (darinya). ” (HR. Abdurrazzaq dalam Mushannafnya [3/376/6019])
8.    Merupakan salah satu ayat yang padanya terdapat Al-Ismul A‘zhom.
    Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah ra. dari Nabi saw., beliau bersabda:
“Sesungguhnya Ismullohil A‘zhom terdapat dalam 3 surah dalam Al-Qur’an, yakni dalam surah Al-Baqarah, Ali Imran, dan Thaahaa.” Aku (Al-Qasim, rawi) pun lalu mencarinya dan ternyata aku menemukannya yang dalam surah Al-Baqarah ada di Ayat Kursi yakni: Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum; lalu di surah Ali Imran ada di ayat: Alif Laam Miim. Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum; lalu di surah Thaahaa ada di ayat Wa ‘anatil wujuuhu lil hayyil qoyyuum. (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak [1/686/1866])
    Lantas apa yang dimaksud dengan Al-Ismul A‘zhom itu? Al-Ismul A‘zhom atau Ismullohil A‘zhom berarti nama-nama Allah yang paling agung. Termasuk di antaranya adalah:
    Pertama, Al-Hayyu (Dzat Yang Maha hidup, Dzat Yang Hidup kekal) dan Al-Qayyum (Dzat Yang Maha Mengurus makhluk-Nya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Hadits riwayat Hakim di atas.
    Kedua, Ar-Rohman (Dzat Yang Maha Pemurah) dan Ar-Rohim (Dzat Yang Maha Penyayang). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Asma’ binti Yazid bahwasanya Nabi saw. bersabda:
“Ismulloohil A‘zhom terdapat dalam kedua ayat ini, yakni (QS. Al-Baqarah [2] ayat 163): Wa ilaahukum ilaahuw waahid, laa ilaaha illaa huwar rohmaanur rohiim dan di awal surah Ali Imran yakni Alif Laam Miim. Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum.” (HR. Tirmidzi dalam Sunannya [3400]; Ibnu Majah dalam Sunannya [3845]; Abu Dawud dalam Sunannya [1278]; dan Ahmad dalam Musnadnya [26329]. Tirmidzi berkata: “Ini Hadits hasan shahih.”)
    Hadits ini menjelaskan bahwa Ar-Rohman dan Ar-Rohim itu termasuk  Al-Ismul A‘zhom, di samping Al-Hayyu dan Al-Qoyyuum.
    Ketiga, Al-Ahad (Dzat Yang Maha Esa) dan As-Shomad (Dzat Tempat Bergantung segala makhluk-Nya). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Buraidah bin Hashib yang mana ia berkata:
“Nabi saw. pernah mendengar seseorang yang berucap dalam do‘anya: Alloohumma innii as-aluka bi annaka antalloohul ahadus shomad, alladzii lam yalid wa lam yuulad, wa lam yakul lahuu kufuwan ahad.... (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu atas dasar bahwa Engkaulah Allah, Al-Ahad, As-Shomad, yang tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, dan Dzat yang tiada siapapun yang setara dengan-Nya....). Yang mana Rasulullah saw. lalu bersabda: ‘Sungguh dia telah memohon kepada Allah dengan menggunakan nama-Nya yang paling agung (Al-Ismul A‘zhom) yang jika seseorang meminta kepada-Nya dengan nama tersebut, pasti akan Dia beri dan jika seseorang berdo‘a kepada-Nya dengan nama tersebut pasti akan Dia ijabah.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya [3847] dan Tirmidzi dalam Sunannya [3397])
    Mengenai Hadits yang diriwayatkannya dalam Sunannya [3397], Tirmidzi berkata: “Ini Hadits hasan gharib.”
    Hadits ini dikeluarkan juga oleh Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dan Hakim. Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat keshahihan Bukhari-Muslim.” Sementara Al-Mundziri berkata dalam Talkhisus Sunan: “Syaikh kita Al-Hafizh Abu Hasan Al-Maqdisi berkata: ‘Dalam isnad Hadits ini tidak ada rawi yang tertuduh (tidak baik) dan aku tidak mengetahui dalam bab ini adanya Hadits lain yang lebih baik sanadnya daripada Hadits ini....” (Baca: Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan Tirmidzi [3397])
    Keempat, Al-Mannan (Dzat Yang Maha Pemberi); Badi‘us samawati wal ardh (Sang Pencipta langit dan bumi); dan Dzul jalali wal ikrom (Sang Pemilik keagungan dan kemuliaan). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik yang mana ia berkata:
“Nabi saw. pernah mendengar seseorang yang berucap dalam do‘anya: Alloohumma innii as-aluka bi anna lakal hamda, laa ilaaha illaa anta wahdak, laa syariika lak, al-mannaan, badii‘us samaawaati wal ardh, dzul jalaali wal ikroom.... (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu atas dasar bahwa segala puji hanyalah milik-Mu; tiada ilah [sesembahan] selain Engkau semata; tiada sekutu bagi-Mu; Engkaulah Al-Mannan, Badi‘us samawati wal ardh; dan Dzul jalali wal ikrom ....). Yang mana beliau lalu bersabda mengenainya: ‘Sungguh dia telah memohon kepada Allah dengan menggunakan nama-Nya yang paling agung (Al-Ismul A‘zhom) yang jika seseorang meminta kepada-Nya dengan nama tersebut, pasti akan Dia beri dan jika seseorang berdo‘a kepada-Nya dengan nama tersebut pasti akan Dia ijabah.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya [3848]; Tirmidzi dalam Sunannya [3467]; Abu Dawud dalam Sunannya [1277]; dan Ahmad dalam Musnadnya [11760])
    Hadits-hadits yang disebutkan di atas menjelaskan bahwa Allah memiliki nama-nama yang paling agung (Al-Ismul A‘zhom) yang jika seseorang berdo‘a kepada-Nya dengannya, Dia akan mengijabahnya. Ada sebagian ahlul ilmi yang tidak sepakat mengenai hal ini; namun pendapat yang rajih adalah pendapat yang menyatakan adanya Al-Ismul A‘zhom ini.
    Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fat-hul Bari:
    “Ada sejumlah ahlul ilmi semisal Abu Ja‘far At-Thabari, Abul Hasan Al-Asy‘ari, Abu Hatim bin Hibban, dan Abu Bakar Al-Baqillani, yang mengingkari adanya Al-Ismul A‘zhom ini. Mereka semua mengatakan: ‘Tidak boleh menganggap lebih agung sebagian nama Allah atas nama Allah lainnya.’ Mereka mena’wilkan kata-kata “a‘zhom” yang menjelaskan tentang nama-nama Allah tersebut dengan makna “‘azhiim” (yang berarti “agung” bukan “paling agung” –pen.); sebab semua nama Allah itu bersifat agung.
    Ibnu Hibban berkata: ‘Kata-kata “paling agung” tersebut maksudnya adalah menyangkut besarnya pahala yang diraih oleh orang yang berdo‘a dengan mengunakan Al-Ismul A‘zhom itu....’ Ulama’ lain ada yang berkata: ‘Allah menyimpan ilmu tentang Al-Ismul A‘zhom dan tidak memberitahukannya kepada siapapun mengenainya.’
    Sementara ulama’ lainnya lagi menyatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu ada batasannya tertentu, dan mereka berbeda pendapat mengenainya. Mengenai perbedaan pendapat tentang batasan Al-Ismul A‘zhom ini, sejauh yang aku (Ibnu Hajar) ketahui ada sebanyak 14 macam pendapat.
    Di antaranya, ada yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu hanyalah lafazh “Alloh”; sebab lafazh “Alloh” itu merupakan nama yang tidak bisa diperuntukkan bagi selain Allah. Lagi pula, lafazh “Alloh” itu merupakan pangkal dari semua Al-Asma’ul Husna dan semua Al-Asma’ul Husna itu disandarkan kepadanya.
    Ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Ar-Rohman, Ar-Rohim, Al-Hayyu, dan Al-Qoyyum. Hal ini sebagaimana yang dikeluarkan Tirmidzi dari Hadits Asma’ binti Yazid.
    Ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Al-Hayyu dan Al-Qoyyum. Hal ini sebagaimana yang dikeluarkan Ibnu Majah dari Hadits Abu Umamah yang menyebutkan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu ada di 3 surah yakni surah Al-Baqarah, Ali Imran, dan Thaahaa. Yang mana Al-Qasim –rawi dari Abu Umamah– berkata: ‘Aku lalu mencarinya dan akhirnya aku tahu bahwa yang dimaksud adalah Al-Hayyu dan Al-Qoyyum.’ Hal ini diperkuat oleh Al-Fakhrur Razi, dan dia berhujjah bahwa keduanya (Al-Hayyu dan Al-Qoyyum) menjelaskan sebagian dari sifat agung rububiyyah Allah yang tidak dijelaskan oleh nama lain selain keduanya.
    Ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Al-Hannan, Al-Mannan, Badi‘us samawati wal ardh, Dzul jalali wal ikrom, Al-Hayyu, dan Al-Qoyyum. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Anas yang diriwayatkan Ahmad dan Hakim yang asalnya ada pada riwayat Abu Dawud dan Nasa’i yang dinilai shahih oleh Ibnu Hibban.
    Dan ada juga yang mengatakan bahwa Al-Ismul A‘zhom itu adalah Alloh, Al-Ahad, dan  As-Shomad. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam lafazh Hadits: Allohu laa ilaaha illaa huwal ahadus shomad, alladzii lam yalid wa lam yuulad, yang dikeluarkan Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Hakim dari Buraidah.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata lagi: “Yang disebutkan terakhir inilah yang lebih rajih dari segi sanad bila dibanding riwayat-riwayat lain yang menjelaskan mengenai hal ini.” (Baca: Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan Tirmidzi [3400])

(Dikutip dari buku The Power Of Ayat Kursi karya Mukhlis Abu Nafis)

1 komentar: